Pernyataan Mark Twain ini mengandung ironi tajam tentang sifat keras kepala dan bias manusia.
Ketika seseorang sudah memutuskan untuk percaya pada sesuatu, bukan karena fakta tetapi karena emosi atau keyakinan yang tidak rasional, maka bukti sekuat apa pun tak akan mengubah pikirannya. Kebodohan dalam konteks ini bukan soal rendahnya kecerdasan, tetapi sikap menutup diri terhadap kebenaran.
Orang yang terjebak dalam kebodohan cenderung mempertahankan pendapatnya mati-matian meskipun jelas keliru. Ia menolak logika, menyangkal data, dan hanya menerima hal-hal yang sesuai dengan prasangkanya. Inilah yang membuat dialog atau diskusi menjadi buntu — karena orang seperti itu tidak sedang mencari kebenaran, melainkan pembenaran.
Kutipan ini mengajak kita untuk lebih rendah hati dalam berpikir. Bukan hanya agar tidak menjadi si “bodoh” yang tak bisa diyakinkan, tetapi juga agar kita tahu kapan harus berhenti berdebat — sebab kadang, membuktikan sesuatu bukan soal menyampaikan kebenaran, tapi menunggu kesiapan orang lain untuk menerimanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Buka terus info, ambil artikel bermanfaat,sebarkan ke semua orang,
Untuk mencari artikel yang lain, masuk ke versi web di bawah artikel, ketik judul yang dicari pada kolom "Cari Blog di sini " lalu enter